Rabu, 19 Januari 2011

LAporan ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI

Posted by For Indonesiaku 15.46, under | 1 comment

ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI

TUJUAN
Mahasiswa dapat membuat larutan HCl 0,1 N
Mahasiswa dapat melakukan standarisasi larutan HCl 0,1 N
Mahasiswa dapat membuat larutan NaOH 0,1 N
Mahasiswa dapat melakukan standarisasi larutan NaOH 0,1 N
Mahasiswa dapat melakukan standarisasi cuplikan (sampel)

DASAR TEORI
Asidimetri : Analisis (volumetri) yang menggunakan asam sebagai larutan asam sebagai larutan
Standart.
Alkalimetri : Analisis (volumetri) yang menggunakan alkali (basa) sebagai larutan asam sebagai
larutan standart.

Analisis anorganik secara kuantitatif yaitu proses atau operasi analisis hanya digunakan untuk mengetahui atau mengidentifikasi penyusun-penyusun dari suatu zat dan pengembang-pengembang metoda-metoda pemisahan masing-masing penyusun yang terdapat dalam suatu campuran. Analisis anorganik secara kuantitatif yaitu proses analisis untuk menentukan atau mengidentifikasi banyaknya atau perbandingan banyaknya tiap-tiap penyusun yang terdapat suatu zat atau persenyawaan.

Secara garis besar, analisis kuantitatif terbagi menjadi :
1.Analisis berdasarkan Gravimetri.
2.Analisis berdasarkan Volumetri.

Analisis secara Volumetri adalah analisis kimia kuantitatif utuk menentukan banyaknya volume suatu larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti yang bereaksi secara kuantitatif dengan larutan/zat yang akan kita tentukan konsentrasinya.
Larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti disebut Larutan Standart, larutan standart ini tiap liternya mengandung sejumlah gram ekivalen tertentu. Banyaknya zat yang akan ditentukan konsentrasinya dapat dihitung dari banyaknya volume standart dengan hukum ekivalen biasa.
Proses penambahan larutan standart ke dalam larutan yang akan ditentukan normalitasnya sampai terjadi reaksi yang sempurna disebut Titrasi. Sedang larutan yang akan ditentukan normalitasnya disebut larutan yang dititrasi. Saat dimana terjadi reaksi yang sempurna tercapai disebut saat Titik Ekivalen atau titik Stoikiometri biasanya titik akhir titrasi disebut juga titik akhir teoritis. Titik akhir titrasi ini dapat dilihat denga adanya perubahan warna yang terdapat dalam larutan yang dititrasi. Perubahan warna dalam larutan ini akan lebih jelas bila dalam proses titrasi ditambahkan sedikit indicator.

Reaksi dalam analisis volumetri terbagi menjadi :
Reaksi-reaksi yang tidaj menimbulkan / mengakibatkan terjadinya perubahan valensi, hanya penggabungan ion-ion saja.
Reaksi-reaksi yang tidaj menimbulkan / mengakibatkan terjadinya perubahan valensi, misalnya pada reaksi Oksidasi dan Reduksi.
Proses titrasi Asidimetri dan Alkalimetri merupakan salah satu proses titrasi netralisasi. Asidimetri suatu titrasi terhadap larutan-larutan basa bebas atau garam yang berasal dari basa lemah dengan larutan standart asam.Dalam proses ini yang terjadi adalah penggabungan antara ion-ion H+dengan ion-ion OH- membentuk molekul air.
Sedang alkalimetri adalah suatu proses titrasi larutan-larutan asam bebas atau larutan-larutan garam yang berasal dari asam lemah dengan larutan standar basa. Dalam perhitungan selanjutnya kita gunakan persamaan antara volume dan konsentrasi masing-masing zat yang dititrasi dengan zat penetrasinya dan berlaku rumus sebagai berikut :

V1 x N1 = V2 x N2

Dimana,
V1 : Volume zat penetrasi/standar (ml)
N1 : Normalitas zat penetrasi/standar (gram ekivalen/liter)
V2 : Volume zat yang dititrasi/dicari N nya (ml)
N2 : Normalitas zat yang dititrasi/dicari N nya (gram ekivalen/liter)

Sedangkan reaksi-reaksi yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi akan dibahas tersendiri dalam praktikum yang menggunakan zat kimia bersifat oksidator/reduktor seperti Iodometri dan Iodimetri.

ALAT DAN BAHAN
ALAT :
Buret 7. Pipet gondok
Sendok sungu 8. Pipit ukur
Gelas arloji 9. Bulbpet
Labu takar 10. Erlenmeyer
Corong 11. Gelas beker
Pipet tetes 12. Neraca timbang

BAHAN :
NaOH Kristal 5. Natrium Borat kristal
HCl pekat 6. Indikator MO dan PP
H2SO4 pekat 7. Aquadest
Asam oksalat

CARA KERJA
1. Membuat larutan NaOH 0,1 N
NaOH sebanyak 1,091 ditimbang dengan gelas arloji (sesuai dengan perhitungan).
NaOH tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml, kemudian ditandabataskan.
Disimpan di dalam botol dan ditutup rapat-rapa.

2. Penentuan normaitas larutan NaOH 0,1 N dengan Asam Oksalat.
Kristal asam oksalat (H2C2O4 )ditimbang sebanyak 0,632 gram.
Dilarutkan dengan air murni dalam labu takar 100 ml, kemudian ditandabataskan.
Sebanyak 25 ml larutan asam oksalat tersebut dimasukkan dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 3 tetes indicator PP.
Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N (yang akan dicari normalitasnya).
Dititrasi ulang 2-3 kali.

Membuat larutan HCl 0,1 N
HCl pekat dianbil sebanyak 0,83 mL.
HCl pekat dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, kemudian ditambah dengan aquadest.
Larutan dikocok sampai homogen, kemudian ditandabataskan.
Cara menghitung (X) ml HCl sebagai berikut:
x=(N x V x M)/(10n x K x L)
Dimana ,
X : Banyaknya HCl yang diambil ( ml )
N : Normalitas larutan HCl yang dibuat ( 0,1 N )
V : Volume asamyang dibutuhkan ( 100 ml )
M : Berat molekul asam ( HCl = 36,5 )
n : Valensi asam ( HCl = 1 )
L : Berat jenis asam ( HCL = 1,3-1,4 )
K : Kadar asam HCl ( %= 35-36 )
4. Penentuan Normalitas HCl 0,1 N
Larutan natrium Borat 0,1 N dibuat sebanyak 100 ml (sesuai perhitungan).
Larutan HCl (yang dibuat) diambil sebanyak 25 ml dan ditambahkan 3 tetes indikator MO.
Larutan HCl tersebut dititrasi dengan Natrium Borat yang dibuat.
Dititrasi ulang 2-3 kali.
Ditentukan Normalitas asam tersebut.

Penentuan larutan sampel
Sebanyak 25 mL sampel yang sudah disediakan dimasukkan kedalam Erlenmeyer.
Indikator PP ditambahkan sebanyak 3 tetes.
Dititrasi dengan larutan NaOH standart.
Titrasi diulang sampai 3 kali.
Ditentukan normalitas sampel tersebut.

DATA PENGAMATAN
҉ Pembuatan NaOH 0,1 N
BM NaOH : 40,0 g/mol
Berat NaOH : ± 1,091 gram
Volume NaOH : 250 ml
҉ Standarisasi Normalitas lautan NaOH dengan garam asam oksalat ( H2C2O4 )
Massa oksalat : 0,632 gram
BM oksalat : 126,07 gram/mol
Volume pengenceran : 100 ml
NO. Volume Oksalat Indikator Volume NaOH Perubahan warna
1. 25 ml PP 3 tetes 24 ml Jernih  merah muda
2. 25 ml PP 3 tetes 23,6 ml Jernih  merah muda
3. 25 ml PP 3 tetes 24 ml Jernih  merah muda

҉ Pembuatan larutan HCl 0,1 N
Volume diambil HCl : 0,83 ml
BM HCl pekat : 36,5 g/mol
BD HCl pekat : 1,19 gr/ml
Prosen HCl pekat : 37 %
Volume pengenceran : 100 ml
҉ Standarisasi larutan HCl dengan larutan Na2B4O7
Massa Borat : 1,903 gram
BM Borat : 381,37 g/mol
Volume pengenceran : 100 ml
NO. Volume HCl Volume Na2B4O7 Indikator Perubahan warna
1. 25 ml 30,4 ml MO 3 tetes Kuning  Orange
2. 25 ml 30,3 ml MO 3 tetes Kuning  Orange
3. 25 ml 30,9 ml MO 3 tetes Kuning  Orange


҉ Penentuan larutan sampel
NO. Volume HCl/Sampel Indikator Volume NaOH Perubahan warna
1. 25 ml PP 3 tetes 18,4 ml Jernih  Merah muda
2. 25 ml PP 3 tetes 18,6 ml Jernih  Merah muda
3. 25 ml PP 3 tetes 18,8 ml Jernih  Merah muda

PERHITUNGAN
Ѽ Pembuatan NaOH 0,1 N
Massa NaOH yang ditimbang = 1,047 gram
N NaOH=(Massa NaOH)/(BE NaOH) x 1000/(V (ml))
Massa NaOH = N NaOH x BE NaOH x V (ml) : 1000
=(0,1 N)x (40 gr/mol)/1 x (250 ml)/(1000 ml)
= 1 gram
Ѽ Penentuan normalitas larutan NaOH 0,1 N dengan asam oksalat.
₰ Normalitas asam oksalat
Massa asam oksalat = 0,632 gram
BM asam oksalat = 126,07 gr/mol
Volume asam oksalat = 100 ml

Maka,
N C2H2O4.H2O=(M C2H2O4.H2O)/(BE C2H2O4.H2O) x 1000/(V (ml))
N C2H2O4.H2O=(0,632 gram)/(126,07/2) x 1000/100
= 0,1003 N
₰ Volume NaOH
V rata NaOH=( 24 +23,6 + 24 )ml/3
= 23,87 ml
Normalitas NaOH
V NaOH x N NaOH = V Oksalat x N Oksalat
N NaOH = (V Oksalat x N Oksalat)/(V NaOH)
N NaOH = ((25 ml)(0,1003))/(23,87 ml)
= 0,105 N
Ѽ Pembuatan larutan HCl 0,1 N
Volume HCl yang harus diambil : ± 0,83 ml
BM HCl pekat : 36,5 g/mol
BD HCl pekat : 1,19 gr/ml
Prosen HCl pekat : 37 %
Volume pengenceran : 100 ml

x=(N x V x M)/(10n x K x L)

x=((0,1 N)x (100)x (36,5))/(10(1)x (37)x (1,19))
x= 0,83 ml ( diencerkan menjadi 100 ml)
Ѽ Penentuan massa Natrium Borat yang diambil
Mr Na-Borat = 381,37 gr/mol
Volume pelarutan = 100 ml
N Na-Borat = 0,1 N
0,1 N dalam 100 ml
0,1 N = 0,1 grek/L
Mol = 0,1/2 L
= (0,05 mol x 381,37 gr/mol x 100 ml)/(1000 ml)
= 1,907 gram (pembulatan)
Ѽ Penentuan Normalitas HCl :
V Na-Borrat = ((30,4+30,3+30,7 ))/3
= 30,467 ml
N Na-Borat = (m Na-Borat)/Be x 1000/V
= (1,903 gr)/((381,37/2)(gr/mol)) x 1000/100
= 0,0998 N
VHCl x NHCl = V Na2B4O7 x N Na2B4O7
NHCl = (V Na2B4O7 xN Na2B4O7)/VHCl
= (30,467 ml x 0,0998N)/(25 ml)
= 0,1216 N
Konsentrasi HCl sesungguhnya
x=(N x V x M)/(10n x K x L)

K=(N x V x m)/(10n x L x X)

=((0,1216 N)x (100)x (36,5))/(10(1)x (1,19)x 0,83 )
= 44,936 %
Penentuan Larutan sampel (HCl)
V sampel = 25 ml
V NaOH = (18,4+18,6+18,8 )ml/3 = 18,6 ml
N NaOH = 0,105 N
Vsampel x N sampel = V NaOH x N NaOH
25 ml x N sampel = 18,6 ml x 0,105 N
N sampel = (1,953 ml)/(25 ml)
= 0,078 N

PEMBAHASAN
Percobaan ini, praktikan bertujuan untuk dapat membuat larutan HCl 0,1 N, dapat melakukan standarisasi larutan HCl 0,1 N, dapat membuat larutan NaOH 0,1 N, dapat melakukan standarisasi larutan NaOH 0,1 N, dan dapat melakukan standarisasi cuplikan (sampel). Penggunaan larutan NaOH dan HCl sendiri didasarkan pada pengertian asidimitri dan alkalimetri itu sendiri. Asidimetri yaitu analisis secara volumetric dengan larutan standar basa. Pada percobaan ini HCl distandarisasi dengan Na-Borat. Sedangkan alkalimetri yaitu analisis secara volumetric dengan larutan standar asam. Pada percobaan ini, NaOH distandarisasi menggunakan asam oksalat.
Tujuan dari standarisasi adalah menentukan konsentrasi larutan setepat mungkin, sebab belum tentu dalam pembuatan HCl dan NaOH didapat normalitas 0,1 N,bisa kurang bisa lebih. Pada pembuatan larutan asam oksalat 0,1 N diperoleh perhitungan 0,1003 N sebab pada saat penimbangan padatannya tidak diperoleh tepat 0,63 gr, tetapi 0,632 gr. Begitu juga pada pembuatan Na-Borat, penimbangannya 1,903 gr seharusnya 1,906 gr, sehingga diperoleh normalitas sebesar 0,0998 N.
Percobaan pertama yaitu membuat larutan NaOH 0,1 N. NaOH adalah basa kuat yang dapat larut dalam air, dan biasanya digunakan untuk pembuatan larutan alkali standar, selain itu harganya juga murah. Tetapi NaOH harus di standarisasai terlebih dahulu karena tidak satupun dari hidroksida padat ini dapat diperoleh murni, sehingga suatu larutan standar tidak dapat dibuat dengan melarutkan suatu bobot yang diketahui dalam volume air tertentu. NaOH sangat higroskopis dan selalu terdapat sejumlah tertentu alkali karbonat dan air.
Pada percobaan ini, NaOH distandarisasi dengan asam oksalat karena agar lebih stabil dengan adanya 2 valensi pada asam oksalat. Dan untuk mengindikasi adanya perubahan pH maka digunakan indicator PP. Dengan adanya indicator PP, maka dapat diketahui titik ekivalen dengan berubahnya warna larutan dari bening menjadi merah muda. Dari hasil percobaan diketahui bahwa volume NaOH untuk titrasi adalah 23,87 ml sehingga normalitas NaOH hasil standarisasi yaitu 0,105 N.
Reaksi yang terjadi :
NaOH + (COOH)2 (COONa)2 + 2H2O
Reaksi indicator dengan titrant :

NaOH + In- NaIn- + OH-

Untuk pembuatan larutan HCL 0,1 N dari HCL 37% dalam 100 ml harus diambil ± 0,83 ml. Standarisasi HCl dengan Na-Borat menggunakan indicator MO (Metil Orange). Titrasi dihentikan setelah terjadi perubahan warna dari kuning menjadi orange. Terjadinya perubahan warna merupakan akibat reaksi yang menunjukkan perbedaan pH. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
Na2B4O7 + 5 H2O + 2 HCl 2 NaCl + 4 H3BO3
Reaksi indicator dengan titrant :
HCl + In-
Percobaan kedua yaitu menentukan normaitas larutan NaOH 0,1 N dengan asam oksalat.Pertama,dilakukan terlebih dahulu pengenceran asam oksalat 0,63 gram ke dalam erlenmeyer 100 ml.Setelah dilakukak pengenceran,selanjutnya dilakukan titrasi dengan maksud mencari titik ekivalen atau titik akhir titrasi guna standarisasi normalitas larutan NaOH dengan asam oksalat.titik ekivalen atau titik akhir titrasi selesai dilakukan saat terjadi perubahan warna.Untuk mengetahui adanya perubahan warna,digunakan indicator PP yang dicampur pada larutan oksalat.Saat dititrasi,larutan oksalat berwarna jernih dan setelah dititrasi dengan NaOH,ternyata terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang menghabiskan volume NaOH sebanyak 24,7 ml. Setelah diperoleh beberapa data,didapat nilai normalitas oksalat sebesar 0,0999 N.
Percobaan selanjutnya yaitu membuat larutan HCl 0,1 N.dimana akan dibuat larutan HCl 0,1 N sebanyak 100 ml.Metode yang digunakan sama seperti yang sebelumnya yaitu dengan pengenceran.Hanya saja pada percobaan yang ketiga ini harus menentukan seberapa banyak volume HCl pekat yang diperlukan.Untuk melakukan perhitungan,terlebih dahulu dicari data-data seperti volume HCl yang diambil,berat molekul HCl pekat,massa jenis HCl pekat ,serta prosen HCl pekat nya.Setelah diperoleh data tersebut,didapat hasil bahwa diperlukan HCl sebanyak 1,227 ml.

Kemudian dilanjutkan dengan percobaan yang ke empat yaitu Standarisasi larutan HCl dengan larutan Na2B4O7.Dari percobaan diperoleh data massa Borat sebanyak 1,906 gram dan berat jenis Borat sebesar 381,37 gr/mol.Setelah dititrasi,diperoleh perubahan warna dari merah muda menjadi kuning.Percobaan yang terakhir yaitu penentuan larutan sampel 25% yang diambil 5ml dan diencerkan menjadi 250 ml diambil 10 ml untuk sampelnya dan setelah dilakukan titrasi ternyata dihabiskan volume NaOH rata sebanyak 12,05 ml.
KESIMPULAN

1.Pembuatan larutan NaOH dan HCl 0,1 N dapat dilakukan dengan pengenceran.
2.Pembuatan NaOH 0,1 N diperlukan massa NaOH seberat 1 gram.
3.Penentuan normalitas larutan NaOH 0,1 N dengan asam oksalat diperlukan volume sebanyak 24,7 ml.
4.Normalitas HCl sebesar 0,0811 N

Posted by For Indonesiaku 15.42, under | No comments

DAYA HANTAR LARUTAN ELEKTROLIT

TUJUAN PRAKTIKUM

Mempelajari dan menentukan faktor yang berpengaruh terhadap hantaran pada larutan.

DASAR TEORI

Dalam sudut pandang kimia, Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun. Komponen larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian ini dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol.

Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi. Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam sejumlah tertentu larutan. Secara fisika konsentrasi dapat dinyatakan dalam % (persen) atau ppm (part per million) = bpj (bagian per juta). Dalam kimia, konsentrasi larutan dinyatakan dalam molar (M), molal (m) atau normal (N).

Larutan pada umumnya dijumpai berupa padatan yang dilarutkan dalam cairan, seperti garam atau gula. Tetapi Gas dapat pula dilarutkan dalam cairan, misalnya karbon dioksida atau oksigen dalam air. Selain itu, cairan dapat pula larut dalam cairan lain, sementara gas larut dalam gas lain. Terdapat pula larutan padat, misalnya aloi (campuran logam) dan mineral tertentu. Molekul komponen-komponen larutan tersebut berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Pada proses pelarutan, tarikan antarpartikel komponen murni terpecah dan tergantikan dengan tarikan antara pelarut dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut dan zat terlarut sama-sama polar, akan terbentuk suatu sruktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut; hal ini memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap stabil.

Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan dapat bersifat elektrolit atau nonelektrolit. Larutan yang dapat menghantarkan arus listrik disebut larutan yang bersifat elektrolit. Larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik disebut larutan yang bersifat non-elektrolit. Pada larutan elektrolit, yang menghantarkan arus listrik adalah ion-ion yang terdapat di dalam larutan tersebut. Pada elektroda negatif (katoda) ion positip menangkap elektron (terjadi reaksi reduksi), sedangkan pada elektroda positip (anoda) ion negative melepaskan elektron (terjadi reaksi oksidasi). Jika di dalam larutan tidak terdapat ion, maka larutan tersebut tidak dapat menghantarkan arus listrik. Senyawa elektrolit adalah senyawa yang jika dilarutkan ke dalam air akan terion (atau terionisasi). Senyawa elektrolit dibagi menjadi 3, yakni sebagai berikut :

Larutan Elektrolit Kuat

Larutan Elektrolit Lemah

Larutan Non Elektrolit

Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang bisa terionisasi secara sempurna, sehingga dapat menhantarkan listrik secara sempurna dan jika dialiri listrik dengan suatu alat uji kuat asam-basa, lampu dapat menyala terang atau menghasilkan gelembung yang banyak.

Contoh : HCl, H2SO4, dll.

Larutan Elektrolit Lemah adalah larutan yang seluruhnya tidak terionisasi dengan sempurna (Masih banyak zat terlarut), sehingga sedikit menghantarkan listrik dan jika dialiri arus listrik dengan suatu alat uji kuat asam-basa, lampu dapat menyala redup atau tidak menyala dan menghasilkan gelembung yang sedikit maupun tidak sama sekali.

Contoh : CH3COOH, NH3OH, dll.

Larutan non Elektrolit adalah zat yang daya hantar larutannya tidak dapat menghantarkan arus listrik sama sekali dan jika dialiri listrik dengan suatu alat uji kuat asam-basa, lampu tidak menyala dan tidak dapat menghasilkan gelembung sama sekali.

Contoh : C6H12O6

Seorang ahli kimia dari Swedia (1887), Svante August Arrhenius (1859 – 1927) menjelaskan bahwa larutan elektrolit mengandung atom-atom bermuatan listrik (ion-ion) yang bergerak bebas, hingga mampu untuk menghantarkan arus listrik melalui larutan.

Perlu diketahui bahwa air yang murni kimia, praktis tidak menghantarkan listrik, tetapi jika dilarutkan Asam, Basa, Garam didalamnya, larutan yang dihasilkan bukan saja menghantarkan arus listrik, melainkan juga mengalami perubahan-perubahan kimia. Seluruh proses ini disebut elektrolisis. Gejala yang terjadi selama elektrolisis, dapat dipelajari dalam sel elektrolisis yang diperlihatkan dalam gambar 2 dibawah. Larutan elektrolit ditaruh dalam sebuah bejana,kedalam mana dua buah penghantar (Konduktor) zat padat (Misalnya Logam), yang disebut elektroda, dicelupkan. Dengan bantuan arus searah (Regulator Adjustable/ Acselator), diberi perbedaan potensial antara kedua elektroda tersebut. Elektroda dengan muatan negative dalam sel elektrolisis disebut Katoda, sedang yang bermuatan positif dinamakan Anoda. Namun ada pula istilah Elektro Platting, Elektro platting merupakan kebalikan dari Elektrolisis, karena prosesnya dibalik, yaitu elektroda yang bermuatan negative dalam sel elektrolisis disebut Anoda, sedang yang bermuatan positif dinamakan Katoda.

Dalam kemampuan suatu elektroda untuk menghantarkan arus listrik, sangatlah dipengaruhi oleh tingkat reaktivitas logam tersebut (Deret Volta)

Li K Ba Sr Ca Na Mg Al Mn Zn Cr Fe Ni Co Sn Pb H Cu Hg Ag Pt Au

dimana semakin ke kiri letak suatu logam dalam deret volta, maka logam tersebut semakin mudah teroksidasi. Sebaliknya, semakin ke kanan suatu logam dalam deret volta, maka logam tersebut semakin mudah tereduksi. Oleh karena itu, untuk melindungi suatu logam dari reaksi oksidasi (perkaratan) maka logam tersebut perlu dihubungkan dengan logam yang letaknya lebih kiri dari logam tersebut dalam deret volta atau disebut sebagai perlindungan katodik.

Suatu zat elektrolit (asam, basa, garam) bila dilarutkan dalam air atau suatu zat pelarut akan terpecah menjadi ion positif dan ion negative. Jika dalam larutan elektrolit dihubungkan dengan sumber tegangan melelui dua elektroda, akan timbul medan listrik antara kedua elektroda tersebut dan reaksi kimia. Akibatnya Ion positif akan bergerak menuju elektroda negative dan mengambil electron dari elektroda ini. Sedang Ion negative akan bergerak menuju elektroda psitif dan menyerahkan electron kepada elektroda ini. Ini berarti dalam electron tadi terjadi penghantaran muatan dari elektroda yang satu kelektroda yang lain dengan jalan diangkut oleh ion-ion. Contoh : larutan HCl.

Larutan HCl di dalam air mengurai menjadi kation (H+) dan anion (Cl-). Terjadinya hantaran listrik pada larutan HCl disebabkan ion H+ menangkap elektron pada katoda dengan membebaskan gas Hidrogen. Sedangkan ion-ion Cl- melepaskan elektron pada anoda dengan menghasilkan gas klorin. Perhatikan gambar berikut.

NaCl (s) + air Na+(aq) + Cl-(aq)

Gambar 1 : Proses pelarutan padatan kristal

larutan nacl
Gambar 2 : Hantaran listrik melalui Larutan HCl

Jadi dalam elektrolit ini mengalir arus listrik sebesar :

I = (n+.q.v+ + n-.q.v-) A

Dimana : n+ : jumlah pembawa muatan positif persatuan volum (jumlah ion positif)

n- : jumlah pembawa muatan negative persatuan volum (jumlah ion negative)

q : muatan dari ion (z.e, z=valensi ion, e=muatan unsur)

v+ dan v- : kecepatan kesatu jurusan (drift velocity)

A : luas penampang bagian yang dilalui arus

Perlu diingat, bahwa dalam suatu zat elektrolit, terdapat istilah derajat disosiasi. Derajat Disosiasi adalah sama dengan fraksi molekul yang bener-benar berdisosiasi yang dilambangkan dengan α.

α = Jumlah Molekul-molekul yang Berdisosiasi / Jumlah Total Molekul-molekul

Nilai α pada suatu larutan adalah berbeda-beda. Larutan Elektrolit Kuat mempunyai nilai α = 0,80-1, Larutan Elektrolit Lemah mempunyai nilai α = 0,1-0,79 dan sedangkan Larutan non-Elektrolit mempunyai nilai α = 0 yang berarti tidak terdisosiasi sama sekali. Derajat Disosiasi dapat ditentukan melelui eksperimen, namun dari hasil eksperimen, muncul nilai derajat disosiasi yang lebih besar daripada berdasarkan teori yang sebenarnya, sehingga muncul ί ( Koifisien Van’t Hoff ) yang menyatakan jumlah rata-rata partikel-partikel yang terbentuk dari suatu molekul, dan karena bilangan ini merupakan rata-rata, maka ί bukanlah bilangan bulat. Bilangan ini selalu lebih besar daripada 1, sehingga sangat mudah dihubungkan dengan derajat disosiasi. Ditinjau dari suatu zat elektrolit, yang bila berdisosiasi menghasilkan n ion per molekul. Jadi jumlah ion per molekulnya adalah , sedangkan jumlah molekul yang tidak terdisosiasi adalah (1 – α), dan jumlah ke-2 nya adalah ί.

ί = nα + 1 – α = 1 + (n – 1) α

Suatu metode yang penting untuk menentukan derajat disosiasi berdasarkan pengukuran Konduktivitas disebut Metode Konduktivitas. Untuk menentukan Konduktivitas, kita harus mengukur besarnya resistans spesifik (Daya hantar spesifik) dari larutan itu (r) yang berbanding lurus dengan luas penampang (A) dan berbanding terbalik dengan tebal (I)

dengan r dalam satuan ohm cm pada sistem cgs dan ohm meter pada sistem SI. Walaupun R suatu besaran terukur, tetapi untuk larutan elektrolit dapat digunakan besaran lain yaitu konduktansi (L). Konduktansi atau daya hantar listrik didefinisikan sebagai:

L= 1 /R

dengan L dalam satuan siemens pada sistem SI dan 1 siemens = 1 ohm-1. Oleh karena itu berdasarkan hukum Ohm dengan mengukur harga tegangan V (volt) dan arus I (ampere) kita bisa mendapatkan harga R. Dari harga R yang diperoleh ini, maka harga L untuk setiap larutan dapat dihitung. Untuk konduktansi spesifik atau konduktivitas (K) yang didefinisikan sebagai:

K = 1/ p atau K = 1/A X 1/R

dengan besaran 1/A dinamakan sebagai Konstanta Sel.

ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan adalah 1. Peralatan Gelas (Bejana Gelas dan Gelas Beker)

2. Multimeter

3. Catu Daya / Regulator Adjustable / Ocsilator

4. Kabel-kabel penghubung

5. Elektroda (Cu dan Au)

Bahan yang digunakan adalah 1. Larutan CuSO4 5%

LANGKAH KERJA

1. Dirangkai peralatan seperti gambar disamping

2. Diatur Elektroda pada jarak tertentu

3. Dibilas/ dicucisel elektrolisis dengan larutan elektrolit yang akan diukur

4. Dimasukkan larutan elektrolit sebanyak 150 ml dan ukur suhunya dengan thermometer

5. Dihidupkan sumber listrik dan atur pada tegangan 12 Volt

6. Diamati yang terjadi dan dicatat arus yang mengalir dengan Multimeter dan suhu larutan tiap menit sampai 10 menit

7. Dimatikan sumber listrik dan diukur volume larutan elektrolit

8. Dibuat laporan hasil pengamatan dan disimpulkan hasil pengamatan

DATA PERCOBAAN

Daya Hantar Larutan Elektrolit (CuSO4)

Percobaan ke-1

Menit Ke-

Volume Akhir

Jarak Elektroda

Tegangan Terukur

Arus Terukur

Suhu Terukur

R Terhitung

1

Berkurang

2 cm

12 volt

7,7 A

30,5 ˚C

1,56 Ω

2

Berkurang

2 cm

12 volt

7,8 A

32 ˚C

1.54 Ω

3

Berkurang

2 cm

12 volt

8,1 A

33 ˚C

1,48 Ω

4

Berkurang

2 cm

12 volt

8,5 A

34 ˚C

1,41 Ω

5

Berkurang

2 cm

12 volt

8,8 A

34 ˚C

1,36 Ω

6

Berkurang

2 cm

12 volt

9,1 A

34 ˚C

1,32 Ω

7

Berkurang

2 cm

12 volt

9,5 A

34,5 ˚C

1,26 Ω

8

Berkurang

2 cm

12 volt

9,8 A

35 ˚C

1,22 Ω

9

Berkurang

2 cm

12 volt

10,3 A

36 ˚C

1,16 Ω

10

Berkurang

2 cm

12 volt

10,7 A

37 ˚C

1,12 Ω

Keterangan : 1. Suhu Awal = 28 ˚C

2. Elektroda + = Cu

3. Elektroda - = Cu

Percobaan ke-2

Menit Ke-

Volume Akhir

Jarak Elektroda

Tegangan Terukur

Arus Terukur

Suhu Terukur

R Terhitung

1

Berkurang

2 cm

12 volt

3,3 A

30 ˚C

3,64 Ω

2

Berkurang

2 cm

12 volt

3.5 A

30 ˚C

4,43 Ω

3

Berkurang

2 cm

12 volt

3,8 A

30,5 ˚C

3,16 Ω

4

Berkurang

2 cm

12 volt

4,0 A

31 ˚C

3 Ω

5

Berkurang

2 cm

12 volt

4,3 A

32 ˚C

2,79 Ω

6

Berkurang

2 cm

12 volt

4,5 A

32 ˚C

2,67 Ω

7

Berkurang

2 cm

12 volt

4,7 A

33 ˚C

2,55 Ω

8

Berkurang

2 cm

12 volt

4,9 A

33,5 ˚C

2,45 Ω

9

Berkurang

2 cm

12 volt

5,1 A

34 ˚C

2,35 Ω

10

Berkurang

2 cm

12 volt

5,4 A

34 ˚C

2,22 Ω

Keterangan : 1. Suhu Awal = 29 ˚C

2. Elektroda + = Au

3. Elektroda - = Cu

Percobaan ke-3

Menit Ke-

Volume Akhir

Jarak Elektroda

Tegangan Terukur

Arus Terukur

Suhu Terukur

R Terhitung

1

Berkurang

1 cm

12 volt

10,9 A

30 ˚C

1,10 Ω

2

Berkurang

1 cm

12 volt

29 A

32 ˚C

0,41 Ω

3

Berkurang

1 cm

12 volt

66,6 A

37 ˚C

0,18 Ω

4

Berkurang

1 cm

12 volt

74,1 A

48 ˚C

0,16 Ω

5

Berkurang

1 cm

12 volt

86,9 A

57 ˚C

0,14 Ω

6

Berkurang

1 cm

12 volt

65,4 A

65 ˚C

0,18 Ω

7

Berkurang

1 cm

12 volt

51,4 A

70 ˚C

0,23 Ω

8

Berkurang

1 cm

12 volt

93,7 A

74 ˚C

0,13 Ω

9

Berkurang

1 cm

12 volt

63 A

77 ˚C

0,19 Ω

10

Berkurang

1 cm

12 volt

98,1 A

78 ˚C

0,12 Ω

Keterangan : 1. Suhu Awal = 29 ˚C

2. Elektroda + = Au

3. Elektroda - = Cu

Percobaan ke-4

Menit Ke-

Volume Akhir

Jarak Elektroda

Tegangan Terukur

Arus Terukur

Suhu Terukur

R Terhitung

1

Berkurang

1 cm

12 volt

14,5 A

31 ˚C

0,83 Ω

2

Berkurang

1 cm

12 volt

17,8 A

33 ˚C

0,67 Ω

3

Berkurang

1 cm

12 volt

25,3 A

36,5 ˚C

0,47 Ω

4

Berkurang

1 cm

12 volt

174,3 A

42 ˚C

0,07 Ω

5

--------------------

--------------

--------------

--------------

--------------

--------------

Keterangan : 1. Suhu Awal = 30 ˚C

2. Elektroda + = Cu

3. Elektroda - = Cu

4. Tanda -------- adalah Percobaan tidak dapat dilanjutkan.

PERHITUNGAN

Percobaan ke-1

Percobaan ke-2

Percobaan ke-3

Percobaan ke-4

PEMBAHASAN

Percobaan ini bertujuan mempelajari dan menentukan faktor yang berpengaruh terhadap hantaran pada larutan.

Hasil percobaan yang telah dilakukan, larutan CuSO4 dapat menghantarkan arus listrik saat sumber tegangan arus searah (DC) dihidupkan, sehingga larutan CuSO4 termasuk larutan elektrolit. Sebagaimana berdasarkan teori, jika larutan elektrolit dialiri arus listrik, maka akan timbul gelembung (terjadi reaksi kimia) pada elektroda-elektrodanya dan timbul nyala lampu pada lampu yang dipasang pada rangkaian tersebut. Namun karena dalam percobaan ini tidak mengunakan lampu, praktikan hanya menggunakan pengukur waktu dan termometer sebagai stadart pengamatan. Pengukuran suhu dilakukan setelah rangkaian dialiri arus listrik tiap menit selama 10 menit, ini berlaku untuk semua percobaan.

Zat elektrolit apabila dilarutkan disertai dalam air atau pelarut lain akan terpecah menjadi ion positif dan ion negatif.

CuSO4 ―› Cu2+ + SO42-

Perlu diketahui, bahwa suatu logam pengantar mempunyai suatu sifat kereaktifan / reaktifitas yang berbeda-beda, dan suatu reaktifitas logam ditunjukan oleh deret volta, yaitu :

Li K Ba Sr Ca Na Mg Al Mn Zn Cr Fe Cd Co Ni Sn Pb H Cu Hg Ag Pt Au

Hal ini menunjukkan bahwa semakin ke kiri letak suatu logam dalam deret volta, maka logam tersebut semakin mudah teroksidasi. Sebaliknya, semakin ke kanan suatu logam dalam deret volta, maka logam tersebut semakin mudah tereduksi.

Proses hantaran listrik melalui larutan disertai suatu reaksi disebut elektrolisis. Jika elektroda-elektroda larutan dihubungkan dengan sumber tegangan melaui 2 elektroda, maka akan timbul medan listrik antara kedua elektroda tersebut. Hal ini menyebabkan ion-ion positif (kation) akan bergerak menuju elektroda negatif, sehingga ion-ion positif tersebut akan mengalami reduksi, sedangkan ion-ion negatif (anion) akan bergerak menuju elektroda positif dan kemudian menyerahkan elektron keelektroda positif, sehingga ion-ion negatif akan mengalami oksidasi. Dalam larutan elektrolit tidak terjadi penghantaran listrik meleui pergerakan ion-ion antara kedua elektroda tersebut, sehingga apabila semakin banyak ion-ion yang saling berpindah menuju elektroda-elektroda yang berlawanan, maka daya hantar larutan tersebut sangatlah baik. Hal itu juga menunjukkan bawa arus listrik yang mengalir pada elektroda sangatlah besar, dan semakin dekat jarak kedua elektroda, maka semakin cepat pula reaksi kimia yang terjadi pada larutan elektrolit tersebut, hal itu akan meningkatkan suhu. Perlu diingat, reaksi yang terjadi pada elektrolisis ini adalah reaksi eksoterm (melepaskan energi panas), sehingga terjadi kenaikan suhu dalam proses reaksinya, sehingga dalam selang waktu 10 menit, terjadi kenaikan suhu yang siknifikan.

Pada percobaan ke-1, digunakan Cu sebagai elektroda positif dan juga elektroda negatif dengan jarak 2 cm. Untuk pengukuran arus yang mengalir melewati larutan elektrolit CuSO4, didapatkan kenaikan arus yang baik (kenaikannya hampir konstan) dan juga didapatkan hasil daya hantar listrinya adalah 0,746 Ω-1. Daya hantar tersebut bernilai besar karena jarak keduanya sangat dekat dan elektroda yang digunakan adalah Cu yang pada deret voltanya tergolong mudah tereduksi (syarat penghantar listrik yang baik). Jarak yang elektroda yang dekat dapat mempercepat reaksi kimia dalam larutan CuSO4, dan juga memperpendek jarak yang harus dilalui oleh ion-ion, sehingga terlihat ion-ion melapisi anoda dan katoda dengan cepat yang menjadikan larutan menjadi lebih encer, hal tersebut juga menyebabkan terjadinya kenaikan suhu. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya penguapan, sehingga dalam hasil pengamatan akhirnya terjadi pengurangan volume larutan.

Pada percobaan ke-2, digunakan Au sebagai elektroda positif dan juga Cu sebagai elektroda negatif yang dipisahkan dengan jarak 2 cm. Untuk pengukuran arus yang mengalir melewati larutan elektrolit CuSO4, didapatkan kenaikan arus yang baik (kenaikannya hampir konstan), tetapi arus yang mengalir pada percobaan kedua lebih kecil daripada percobaan pertama dan juga didapatkan hasil daya hantar listrinya adalah 0,342 Ω-1. Arus tersebut bernilai kecil karena elektroda yang digunakan berbeda yaitu Cu dan Au yang mempunyai sifat kereaktifan yang tidak sama. Elektroda Au lebih mudah tereduksi daripada elektroda Cu, karena dalam deret volta, letak logam Au lebih kekanan daripada logam Cu. Pada elektroda Au, reaksi kimia terjadi lebih cepat dan banyak endapan yang melapisinya dibanding reaksi pada elektroda Cu yang lebih lambat, sehingga semakin besar hambatan pada elektroda Au yang harus dilalui oleh arus listrik. Daya hantar larutan tersebut juga menjadi bernilai kecil karena nilai daya hantar larutan sebanding dengan arus yag mengalir pada larutan tersebut. Demikian juga jarak kedua elektroda yang cukup dekat dapat mempercepat reaksi kimia dalam larutan CuSO4. Jarak yang dekat berarti memperpendek jarak yang harus dilalui oleh ion-ion, sehingga terlihat ion-ion melapisi anoda dan katoda dengan cepat yang menjadikan larutan menjadi lebih encer, hal tersebut juga menyebabkan terjadinya kenaikan suhu. Dari bertambahnya suhu, terlihat volume yang akhir yang berkurang karena terjadi penguapan.

Pada percobaan ke-3, digunakan Au sebagai elektroda positif dan Cu sebagai elektroda negatif dengan jarak keduanya diperpendek menjadi 1 cm. Untuk pengukuran arus yang mengalir melewati larutan elektrolit CuSO4, didapatkan angka kenaikan arus listrik yang buruk (terjadi kenaikan dan penurunan arus yang mengalir) dan juga didapatkan hasil daya hantar listrinya adalah 3,571 Ω-1. Jarak yang sangat dekat menjadi factor utama terjadinya nilai kenaikan suhu yang buruk, karena semakin dekat jarak kedua elektroda, semakin dekat pula jarak yang harus dilalui oleh ion-ion dari hasil elektrolisis larutan elektrolit CuSO4. Sehingga ion-ion semakin cepat berkumpul melapisi katoda masing-masing. Pelapisan oleh ion-ion secara terus menerus menyebabkan terbentuknya suatu jembatan ion-ion, sehingga arus yang mengalir semakin besar. Hal tersebut juga menyebabkan percikan api karena kedua elektroda secara tidak langsung dihubungkan oleh endapan ion-ion. Ketika terjadi percikan api, arus yang mengalir pada larutan elektrolit tersebut menjadi berkurang, karena ketika terjadi percikan api, jembatan ion-ion pada kedua elektroda sedikit hancur, sehingga ada bagian gumpalan endapan ion-ion yang berongga (kedua elektroda tak terhubung lagi). elektroda yang digunakan berbeda yaitu Cu dan Au yang mempunyai sifat kereaktifan yang tidak sama. Elektroda Au lebih mudah tereduksi daripada elektroda Cu, karena dalam deret volta, letak logam Au lebih kekanan daripada logam Cu. Pada elektroda Au, reaksi kimia terjadi lebih cepat dan banyak endapan yang melapisinya, sehingga semakin memperbesar hambatan yang dilalui oleh arus listrik. Daya hantar larutan tersebut juga menjadi bernilai kecil karena nilai daya hantar larutan sebanding dengan arus yag mengalir pada larutan tersebut. Demikian juga jarak kedua elektroda yang cukup dekat dapat mempercepat reaksi kimia dalam larutan CuSO4. Jarak yang dekat berarti memperpendek jarak yang harus dilalui oleh ion-ion, sehingga terlihat ion-ion melapisi anoda dan katoda dengan cepat yang menjadikan larutan menjadi lebih encer, hal tersebut juga menyebabkan terjadinya kenaikan suhu. Dari bertambahnya suhu, terlihat volume yang akhir yang berkurang karena terjadi penguapan.

Percobaan ke-4, digunakan Cu sebagai elektroda positif dan Cu pula sebagai elektroda negatif dengan jarak keduanya diperpendek menjadi 1 cm. Untuk pengukuran arus yang mengalir melewati larutan elektrolit CuSO4, didapatkan angka kenaikan arus listrik yang kurang baik (pada menit ke-4 terjadi lonjakan arus yang cukup besar) dan juga didapatkan hasil daya hantar listriknya adalah 1,961 Ω-1. Percobaan tidak berlansung lama karena setelah menit ke-4, multimeter tidak dapat digunakan lagi karena arus yang mengalir berlebihan atau diluar batas pengukuran multimeter. Hal ini disebabkan karena pengaruh jarak yang sangat dekat, sehinga ion-ion cepat berkumpul atau membentuk lapisan yang saling menghubungkan antara kedua elektroda tersebut, sehingga arus yang mengalir sangat besar. Jarak yang sangat dekat juga menjadi factor utama terjadinya nilai kenaikan suhu, karena semakin dekat jarak kedua elektroda, semakin dekat pula jarak yang harus dilalui oleh ion-ion dari hasil elektrolisis larutan elektrolit CuSO4. Sehingga ion-ion semakin cepat berkumpul melapisi katoda masing-masing. Berdasarkan elektroda, logam Cu dalam deret volta terletak lebih kekiri dibanding logam Au, sehingga logam Cu mudah teroksidasi dibanding logam Au. Hal tersebut seharusnya menyebabkan nilai daya hantar larutan percobaan ke-4 lebih besar daripada daya hantar larutan pada percobaan ke-3 karena reaksi pelapisan endapan ion-ion pada lapisan Cu lebih lama dibandingkan pada logam Au, sehingga membuat sedikit lama waktu yang diperlukan ion-ion untuk menuju elektroda Cu.

Beberapa penyimpangan pada percobaan ini dapa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain alat praktikum yang kurang berfungsi secara maksimal. Praktikan hanya mengunakan stopwatch dan thermometer sebagai standart percobaan ini. Selain itu praktikan juga kurang teliti dalam penentuan waktu, pengamatan arus yang mengalir dengan multimeter dan pengamatan suhu dengan thermometer. Dari data percobaan ke-4 seharusnya didapatkan nilai daya hantar listrik yang lebih besar daripada percobaan ke-3, yakni percobaan ke-4 1,961 Ω-1 <>-1, karena berdasarkan hasil pengamatan, pecobaan ke-1 daya hantar larutanya lebih besar daripada hasil dari percobaan ke-2 yang sesuai dengan teori yakni percobaan ke-1 0,746 Ω-1 > percobaan ke-2 0,342 Ω-1.

KESIMPULAN

1. Proses penghantaran arus listrik dalam suatu larutan elektrolit disebabkan oleh ion-ion yang dihasilkan dari reaksi kimia larutan elektrolit yang mengangkut muatan electron dari satu elektroda ke elektroda yang lain.

2. Dalam suatu reaksi elektrolisis, terjadi :

a. Aliran arus listrik dari elektroda satu keelektroda yang lain.

b. Terjadi kenaikan suhu, karena reaksinya termasuk eksoterm.

c. Berkurangnya Volume larutan karena menguap karena kenaikan suhu.

d. Semakin encernya larutan elektrolit.

3. Nilai Daya Hantar larutan untuk :

a. Percobaan ke-1 : 0,746 Ω-1

b. Percobaan ke-2 : 0,342 Ω-1

c. Percobaan ke-3 : 3,571 Ω-1

d. Percobaan ke-4 : 1,961 Ω-1

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zaenal. 2005. Petunjuk Praktikum Fisika Dasar. Yogyakarta : STTN Batan Yogyakarta.

Lestari, Sri. 2006. Kumpulan Rumus Kimia SMA. Jakarta : Kawan Pustaka.